Blog teknologi juga perlu refres kan.....
ne monggo dibaca biar jadi hburan dan kepuasan tersendiri untuk kita sendiri....
==========Cinta tak semewah mobil 1 milyar===========
De’, kamu tau mas sangat mencintaimu, mas berharap profesi mas yang
hanya kuli pasir tak membuatmu memilih cinta yang lain. De’, cinta mas
tak mungkin akan semewah mobil yang seharga 1
milyar.
Tapi de’, mas akan berusaha memberikan cinta yang setulus cinta adam
sehingga iya tak mampu berpisah lama dengan hawa. Bisikku ditelinga
mungil seorang bidadari yang berdiri disampingku di depan jendela kamar.
Mas, aku menerima pinanganmu karena aku tahu dan aku merasakan
kebahagiaan bersamamu. Jangan pernah mas mengatakan, bahwa mas hanya
kuli pasir yang hanya memberi nafkah secukupnya. Tidak mas, mas adalah
suami yang banyak di impikan setiap wanita didunia. Tak ada yang bisa ku
ingkari bahwa engkau laki-laki terhebat dengan usahamu menjagaku agar
tetap bersamamu dalam ridha Rab kita. Kata manis yang terdengar dari
bibir kecil seorang wanita yang ku pinang 1 tahun yang lalu.
Di
sore itu, di depan jendela sambil melihat pemandangan langit biru di
belakang rumah. Ku kecup keningnya dengan lembut. “terimakasih de’,
karena kamu tak pernah menuntut kemewahan dari mas yang hanya mampu
memberi makan untuk kita berdua”.
“itu lebih dari cukup bagiku mas, daripada aku harus kehilangan suami sehebat kamu”.
Mira, istriku yang sejatinya berasal dari keluarga yang mapan. Tetapi
alhamdulillah keluarganya tidak memprotes pekerjaan ku yang hanya
sebagai kuli pasir. Ketika aku meminang Mira bersama kedua orang tuaku,
mereka hanya serius mengatakan “jika kau memang serius dengan anak kami,
jaga ia, cukupi kebutuhannya, dan lindungilah ia dan anak-anakmu kelak
dari api neraka”.
Benar. Mira berasal dari keluarga seorang
ustadz yang bernama Marwan. Sehingga ia tidak mempersalahkan
pekerjaanku, yang penting aku mengerti agama dan tau tanggungjawabku
sebagai suami.
Tepatnya pada tanggal 15 juli tahun 2000 aku
melangsungkan pernikahan sederhana dengan mahar seperangkat alat sholat.
Alhamdulillah semua berjalan lancar. Rasa senang yang luar biasa,
akhirnya aku mempunyai seorang bidadari yang tak akan pernah ku lepaskan
hingga Allah memanggilku untuk pulang.
Satu bulan setelah
pernikahan, Mira mengandung anak kami yang pertama. Kebahagian yang tak
lagi bisa diucap dengan apapun selain Alhamdulillah.
5 bulan Mira
mengandung, aku mengontrakkan rumah kecil untuk kami berdua dan calon
buah hati kami. Terkadang aku bertanya “mungkinkah Mira sabar dengan
kehidupan yang seperti ini?”. Tetapi aku yakin semuanya akan baik-baik
saja.
Seorang kuli pasir, yang harus pergi pagi dan pulang
petang. Meninggalkan Mira sendirian di rumah kecil yang tak terlalu jauh
dari rumahnya.
Suatu hari, aku pernah pulang lebih cepat dari
biasanya, aku buka pintu rumah dengan pelan dengan maksud memberikan
surprise kepada istriku. Tetapi, saat aku memegang ganggang pintu kamar,
aku mendengar suara lirih seperti orang yang menangis. Ku buka pintu
kamar, ku dapati Mira sedang bersedih duduk bersandar di atas tempat
tidur.
“de’... kenapa kau bersedih ?, apakah kau tidak lagi
sabar dengan kehidupan kita yang sangat sederhana ini?” ucapku sedikit
gugup.
Mira masih terdiam dengan airmatanya yang terus mengalir.
“De’... apa yang terjadi? Apakah perutmu sakit?” rasa khawatir menyerang nadiku.
“mas.. aku wanita biasa, terkadang aku ingin seperti mereka yang
jalan-jalan bersama suami mereka, pergi ke tempat wisata melihat
pemandangan yang indah, pergi ke mall berbelanja, apalagi, sebentar lagi
kita akan mempunyai seorang anak”. Kata Mira di antara deretan
tangisnya.
“de’... kamu tau, mas hanya seorang kuli pasir, tak
mampu membeli mobil untuk mengajakmu jalan-jalan. Tak bisa membelikanmu
pakaian setiap hari”. Ku cium keningnya dan ku peluk ia sesaat.
Tiba-tiba Mira berbicara dalam lirihnya dan ketika pelukan ku belum ku lepas.
“maafkan aku mas, apa yang telah aku katakan. Aku tak ingin menjadi
seorang istri yang tak pandai bersyukur. Maafkan aku mas, aku tak
bermaksud menyakiti hatimu, aku tak bermaksud memaksamu menjadi seperti
suami mereka. Tak ada yang bisa ku kufuri dari cintamu. Memang aku tak
punya harta seperti suami mereka, tetapi aku punya cinta suamiku yang
belum tentu suami mereka memilikinya”. Air mata Mira mengalir membasahi
pundakku.
Ku lepaskan pelukanku dan ku tatap matanya.
“de’... coba lihat mata mas, tegakkan kepalamu!” pinta ku kepadanya
“de’... kamu tidak perlu minta maaf, semua yang kau inginkan tadi
adalah kewajiban mas sebagai suamimu, suatu saat, jika Allah memberikan
rezki lebih kepada kita”.
“maafkan mira mas, mira tak bermaksud memaksa mas seperti itu”.
“tidak sayang, kamu tidak punya salah, itu adalah kewajiban mas yang harus mas penuhi” ucapku smabil mengusap kepalanya.
“sungguh besar nikmat Allah melalui cintamu kepada ku mas”.
Sebenarnya hari itu, ketika aku pulang lebih cepat dari biasanya, aku
membawakan sebuah oleh-oleh untuknya yang telah ku bungkus dengan rapi
dengan pita merahmuda. Kado itu kutinggalkan di sebalik dinding kamar
karena mendengar suara tangis sebelum kubuka pintu kamar tadi.
“de’... mas punya sesuatu untukmu, tunggu sebentar ya de’?”.
Aku bergegas keluar mengambil kado yang terikat pita merahmuda itu, dan kembali untuk memberikan kado itu kepadanya.
“de’.. ini hadiah untukmu, karena engkau telah bersabar hidup bersama
mas dengan kehidupan yang sangat sederhana ini walaupun tidak sebanding
dengan letihmu mengandung anak kita dan keringatmu mengurus rumah
sendirian”.
“apa ini mas?”.
“bukalah de’, mudah-mudahan kado ini bisa mengobati sedikit kesedihanmu”.
Perlahan Mira membuka pita yang mengikat kado tersebut, kemudian dengan
lembut ia membuka bungkus kado yang juga berwarna merahmuda dengan
corak bunga mawar. Aku mulai melihat senyuman dibibirnya, bahagia
rasanya bisa memberikan kado itu kepadanya walaupun tak sebesar
harapannya tadi. Hanya sehelai gamis berwarna merahmuda warna
kesukaannya yang bercampur dengan garis-garis putih di lengan.
Mira langsung berdiri dan membentangkan baju gamis tersebut diatas
tempat tidur. Tanpa ragu, ia memelukku dengan erat dan mengucapkan
terimakasih.
“terimakasih mas”. Ucapnya sangat bahagia.
“maafkan mas de’.. hanya bisa memberikan ini untukmu”.
“ini lebih dari cukup mas”.
Mira mencoba baju gamis barunya itu, dan menunjukkan kepadaku dengan raut wajah yang sangat gembira.
Alahmadulillah ya Allah, Engkau berikan aku seorang istri yang penyabar dan taat kepadaMu dan kepadaku.
Akhirnya 2 bulan setelah itu, Mira melahirkan anak pertama kami dengan
selamat. Ku ucapkan terimakasih kepadanya karena mau bertaruh nyawa
untuk melahirkan seorang anak yang telah 9 bulan hidup dirahimnya.
Semua keluarga mertua dan ayah ibuku berkumpul dirumah kecil kami untuk ikut merasakan kebahagiaan kami sebagai orang tua baru.
Kemudahan yang diberikan Allah terhadap aku dan istriku, karena
kesabaran istriku yang tak pernah mengeluh dengan keadaan yang sangat
sederhana. Meski aku tahu terkadang pasti ia mengharapkan kehidupan yang
lebih dari ini, usahaku untuk membahagiakannya takkan pernah berhenti
meski aku mempertaruhkan jiwaku untuknya.
Kebahagiaan takkan
pernah putus diantara orang-orang yang ikhlas dan sabar, seperti istriku
dengan kesabarannya juga kebahagiaan bisa kami nikmati setiap saat
dalam kesederhanaan bahkan kekurangan meski tidak dengan mobil 1 milyar.